- See more at: http://cacinx-ams.blogspot.com/2013/07/cara-mudah-membuat-breaking-news-di-blog.html#sthash.OjhI7zSd.dpuf
  • L3
Home » » Masa Emas Kali Banger

Masa Emas Kali Banger

Postinger by Unknown on Minggu, 08 Juni 2014 | 15.03

Kali Banger (Bunitas-image)
Kali Banger merupakan sungai utama di Probolinggo. Kali Banger pernah menjadi alur pusat perekonomian dan mencapai puncaknya pada tahun ±1900 M. Banyak perahu-perahu bersandar dan berniaga menggunakan jalur Kali Banger tersebut. Kebanyakan perahu-perahu tersebut datang dari sekitar wilayah Probolinggo. Di sungai ini, kapal-kapal pedagang China bahkan dari pulau Madura bisa masuk hingga ke tengah Kota Probolinggo. Ini menunjukkan Kali Banger bisa menjadi jalur strategis, Karena aliran Kali Banger dahulu masih besar maka perahu-perahu tersebut bisa masuk hingga ke pusat kota. Jalur perekonnomian yang menggunakan Kali Banger berpusat di daerah bernama “Tambak Pasir”. Kira-kira wilayah itu sekarang berada di pasar Baru kota Probolinggo.
Nama “Banger” sebagai nama wilayah Kabupaten Probolinggo dipakai sebagai kebanggaan nama daerah, sejak jaman Majapahit tahun 1365 hingga 1770 masa pemerintahan Bupati Jayanegara. Sehingga setidak-tidaknya selama ± 405 tahun, nama “Banger” selalu terpatri dan mengisi dokumen-dokumen perjalanan sejarah Kabupaten Probolinggo masa lalu, hingga melegenda sampai sekarang. Selama masa Kerajaan Majapahit, hingga jaman penjajahan kumpeni VOC, sebelum Masa Bupati Jayanegara, semua catatan sejarah tentunya mencatatnya sebagai nama “Banger”. Sehingga dapat disimpulkan semasa pemerintahan Wangsa Djajalelana selama kurun waktu empat, s/d lima keturunan (1679 – 1770), nama “Banger” sebagai kebanggaan daerah yang mempunyai sungai kecil, dengan letaknya yang sangat strategis mengalir di tengah kota sebagai sentral perniagaan perekonomian ketika itu menjadi daerah yang cukup diperhitungkan.


Terbukti dalam catatan sejarah dari laporan-laporan VOC penguasa daerah timur selama itu selalu menyebutnya laporan dari “Bupati Banger“. Pada jaman Bupati Djajalelana I yang terprediksi memerintah tahun 1679 s/d 1697, nama “Banger “ diabadikan untuk nama putera pertamanya yaitu “Mas Bagus Banger”. Selain itu pada saat itu pula sering terdengar nama “Kanjeng Banger”, yang konon berselisih dengan Panembahan Meru dari Tengger. masa pemerintahan bupati Jayanegara keturunan dari kasepuhan Surabaya, nama “Banger” dirubah menjadi “Probolinggo”, asal kata dari “Probo” artinya “Sinar”, sedangkan “Linggo” artinya “Badan” atau “Tugu” sebagai tanda peringatan. Dalam pada itu masih sejaman dengan perubahan nama Banger menjadi Probolinggo, kita ketemukan adanya nama desa Wirolinggo, (dalam peta) di selatan desa Pangger (Randupangger), dan Maniklinggo nama Blambangan lama. Mungkinkah perubahan nama Banger menjadi Probolinggo, terilhami oleh nama-nama itu, masih perlu penelitian lebih lanjut.
Berdasarkan hasil penelitian lapangan yang telah dilakukan tgl. 12 Nopember 2005, situs sungai/kali “Banger” saat ini panjangnya ± 6,4 km. Hulu sungai terdapat di DAM Air Desa Pakistaji, sedangkan muara sungai terdapat di Desa Mangunharja, dukuh Tajungan sebelah timur DOK pelabuhan menuju ke laut lepas. Situs Sungai Banger tidak berfungsi untuk mengairi sawah, karena tidak ada cakupan baku sawah, sehingga berfungsi sebagai Drainase (saluran pematusan / pembuagan air non irigasi). Bila diurutkan dari arah selatan Sungai Banger / Kali Banger bersumber dari dua tempat, sebelah barat dari sumber air Andi, sedangkan di sebelah timur dari sumber air bedungan Kedunggaleng, melewati bendugan Kedungmiri, bendungan Sukun, bendungan Randu, bendungan Gladakserang. Di kelurahan Jrebeng, dan Kanigaran sungai pecah menjadi dua (2), di sebelah barat namanya tetap sungai Banger, sedangkan di sebelah timur bernama sungai Pancor.

Probolinggo Menjadi Tanah Partikelir
Pada masa pemerintahan/kekuasaan Gubernur Jenderal Meester Herman William Daendels, yang terkenal dengan pemerintahan tangan besinya, mengada-kan perubahan-perubahan dalam pemerintahan. “Sejak masa Kerajaan Mataram hingga kini merupakan kawasan subur dan kaya hasil bumi. Kawasan ini menjadi aset bernilai tinggi bagi para penguasa pulau Jawa dan digunakan sebagai modal untuk mempertahankan kekuasaannya. Pada masa pemerintahan Gubernur Jendral Herman Willem Daendels, Probolinggo adalah salah satu kawasan yang dijual sebagai tanah partikelir demi melancarkan pembuatan jalan raya pos (De Grote Postweg) Anyer – Panarukan” (Susanto, 2008:75).
 Gubernur Jenderal Meester Herman William Daendels juga banyak menjual tanah negara kepada bangsa asing. “Transaksi terbesarnya adalah penjualan seluruh kabupaten Probolinggo di Jawa Timur kepada orang Cina, Han Ti Ko, dengan harga satu juta dolar. Ini, dan beberapa transaksi lain, murni usaha spekulatif  di pihak pembeli. Untunglah Daendels memerintah cukup lama sehingga sehingga bisa sepenuhnya menjalankan rencana-rencananya, yang akan berakibat separuh penduduk Jawa terpuruk menjadi hamba sahaya, taillable et corveable a merci (yang bisa diapakan saja oleh tuannya)” (Vlekke, 1958:283). Pusat Pemerintahan (Kabupaten) dipindahkan di sebelah Selatan Alun-alun, seperti keadaan sekarang ini.

Share this post :
Comments
0 Comments