Kali Banger merupakan sungai utama
di Probolinggo. Kali Banger pernah menjadi alur pusat perekonomian dan mencapai
puncaknya pada tahun ±1900 M. Banyak perahu-perahu bersandar dan berniaga
menggunakan jalur Kali Banger tersebut. Kebanyakan perahu-perahu tersebut
datang dari sekitar wilayah Probolinggo. Di
sungai ini, kapal-kapal pedagang China bahkan dari pulau Madura bisa masuk
hingga ke tengah Kota Probolinggo. Ini menunjukkan Kali Banger bisa menjadi
jalur strategis, Karena aliran Kali Banger dahulu masih besar maka
perahu-perahu tersebut bisa masuk hingga ke pusat kota. Jalur perekonnomian
yang menggunakan Kali Banger berpusat di daerah bernama “Tambak Pasir”.
Kira-kira wilayah itu sekarang berada di pasar Baru kota Probolinggo.
Terbukti dalam catatan sejarah dari
laporan-laporan VOC penguasa daerah timur selama itu selalu menyebutnya laporan
dari “Bupati Banger“. Pada jaman Bupati Djajalelana I yang terprediksi
memerintah tahun 1679 s/d 1697, nama “Banger “ diabadikan untuk nama putera
pertamanya yaitu “Mas Bagus Banger”. Selain itu pada saat itu pula sering
terdengar nama “Kanjeng Banger”, yang konon berselisih dengan Panembahan Meru
dari Tengger. masa pemerintahan bupati Jayanegara keturunan dari kasepuhan
Surabaya, nama “Banger” dirubah menjadi “Probolinggo”, asal kata dari “Probo”
artinya “Sinar”, sedangkan “Linggo” artinya “Badan” atau “Tugu” sebagai tanda
peringatan. Dalam pada itu masih sejaman dengan perubahan nama Banger menjadi
Probolinggo, kita ketemukan adanya nama desa Wirolinggo, (dalam peta) di
selatan desa Pangger (Randupangger), dan Maniklinggo nama Blambangan lama.
Mungkinkah perubahan nama Banger menjadi Probolinggo, terilhami oleh nama-nama
itu, masih perlu penelitian lebih lanjut.
Berdasarkan hasil penelitian
lapangan yang telah dilakukan tgl. 12 Nopember 2005, situs sungai/kali “Banger”
saat ini panjangnya ± 6,4 km. Hulu sungai terdapat di DAM Air Desa Pakistaji,
sedangkan muara sungai terdapat di Desa Mangunharja, dukuh Tajungan sebelah
timur DOK pelabuhan menuju ke laut lepas. Situs Sungai Banger tidak berfungsi
untuk mengairi sawah, karena tidak ada cakupan baku sawah, sehingga berfungsi
sebagai Drainase (saluran pematusan / pembuagan air non irigasi). Bila
diurutkan dari arah selatan Sungai Banger / Kali Banger bersumber dari dua
tempat, sebelah barat dari sumber air Andi, sedangkan di sebelah timur dari
sumber air bedungan Kedunggaleng, melewati bendugan Kedungmiri, bendungan
Sukun, bendungan Randu, bendungan Gladakserang. Di kelurahan Jrebeng, dan
Kanigaran sungai pecah menjadi dua (2), di sebelah barat namanya tetap sungai
Banger, sedangkan di sebelah timur bernama sungai Pancor.
Probolinggo Menjadi Tanah Partikelir
Pada masa pemerintahan/kekuasaan Gubernur Jenderal Meester Herman
William Daendels, yang terkenal dengan pemerintahan tangan besinya, mengada-kan
perubahan-perubahan dalam pemerintahan. “Sejak masa Kerajaan Mataram hingga
kini merupakan kawasan subur dan kaya hasil bumi. Kawasan ini menjadi aset
bernilai tinggi bagi para penguasa pulau Jawa dan digunakan sebagai modal untuk
mempertahankan kekuasaannya. Pada masa pemerintahan Gubernur Jendral Herman
Willem Daendels, Probolinggo adalah salah satu kawasan yang dijual sebagai
tanah partikelir demi melancarkan pembuatan jalan raya pos (De Grote Postweg)
Anyer – Panarukan” (Susanto, 2008:75).
Gubernur Jenderal Meester
Herman William Daendels juga banyak menjual tanah negara kepada bangsa asing.
“Transaksi terbesarnya adalah penjualan seluruh kabupaten Probolinggo di Jawa
Timur kepada orang Cina, Han Ti Ko, dengan harga satu juta dolar. Ini, dan
beberapa transaksi lain, murni usaha spekulatif
di pihak pembeli. Untunglah Daendels memerintah cukup lama sehingga
sehingga bisa sepenuhnya menjalankan rencana-rencananya, yang akan berakibat
separuh penduduk Jawa terpuruk menjadi hamba sahaya, taillable et corveable a merci (yang bisa diapakan saja oleh
tuannya)” (Vlekke, 1958:283). Pusat Pemerintahan (Kabupaten) dipindahkan di
sebelah Selatan Alun-alun, seperti keadaan sekarang ini.